SENIORITAS DI SEKOLAH MENJADI BUDAYA TURUN MENURUN
>
SENIORITAS DI SEKOLAH
MENJADI BUDAYA TURUN MENURUN
Secara
etimologis senioritas berasal dari kata senior yang artinya lebih tua
sedangkan pengertian bebasnya sering diartikan pemberian keistimewaan
pada yang lebih tua dalam berbagai hal dikarenakan karakter orang yang
lebih tua biasanya lebih bijak, lebih berpengalaman, dan berwawasan
luas. Walaupun sebenarnya kondisi yang ideal mengenai senioritas terjadi
ketika yang muda (Junior) menghormati yang tua (senior).
System
senioritas ini terkait dengan “hierarki komando” yang biasanya
digunakan oleh militer, karena kebutuhan organisasi militer akan adanya
suatu kepatuhan tanpa pertanyaan dari bawahan atau junior pada atasannya
atau senior. Sayangnya system senioritas yang ideal hanya untuk
militer, ternyata diadopsi secara sengaja maupun tidak ke berbegai
institusi non-militer oleh penguasa orde baru diantaranya institusi
pendidikan non-apatur. Proses adopsi inilah yang dikemudian melahirkan
eksis negative, yaitu orang-orang yang memiliki “sindrom senioritas”.
Jika
ditinjau secara kultural, maka kekerasan dalam dunia pendidikan menjadi
masalah yang cukup kompleks. Kekerasan yang dipraktekkan adalah dampak
dari ketimpangan sistem struktural pendidikan secara keseluruhan.
Kekerasan ini beroperasi melalui (nilai-nilai) sosial, (aspek) budaya,
dan (faktor) struktural (masyarakat). Bentuk-bentuk kekerasan dapat
muncul dikarenakan kurikulum pendidikan yang cukup padat dan sarat
beban, menyebabkan anak harus belajar berbagai hal dalam waktu yang ditentukan. Ini menyebabkan emosional anak didik menjadi kurang bisa terkendali.
Pengaruh teman sebagai anggota kelompok referensi bisa sebagai pisau bermata dua karena teman bisa mempengaruhi orang lain untuk bertindak negatif. Misalnya Geng atau perkumpulan remaja yang cenderung mengarah pada aspek negatif. Geng
atau kelompok ini merupakan kelompok tidak formal dan di luar struktur
sekolah yang biasanya melakukan sesuatu tidak pada konteks kurikulum
sekolah. Geng ini cenderung mengawali kegiatan dengan tindakan
fisik antara lain membawa minuman keras, senjata tajam, narkoba, bahkan
hal-hal yang berkaitan dengan pornografi. Apabila pengaruh teman yang
tergabung dalam suatu geng ini cukup kuat dan bisa membentuk pengaruh normatif, maka setiap individu yang berinteraksi dengan geng ini memiliki kewajiban untuk mengikuti tindakan dalam
geng tersebut. Konsekuensinya, apabila anak sekolah tidak mengikuti
ini, anak akan dikucilkan atau konsekuensi ekstrim lainnya anak menjadi
korban kekerasan pada geng itu.
Senioritas
yang terjadi pada salah satu sekolah saja, bisa saja jadi ditiru oleh
sekolah-sekolah lain. Sehingga membentuk sebuah budaya ke senioritasan. Kemudian,
sebagian pendidik juga belum mampu mengelola emosi negatif sehinga
memperlakukan peserta didik dengan kasar. Lebih jauh lagi, pemegang
kebijakan pendidikan di negeri ini harus sadar bahwa ketidakadilan
kebijakan dan perundang-undangan pendidikan yang diskriminatif dapat
menanam benih kekerasan di benak anak didik. Karena secara substansif,
akses pendidikan yang tidak adil dan merata dapat menyebabkan
kesejangan, sehingga akan sangat mudah memicu konflik sosial yang lebih
luas.
Akibat
yang muncul yaitu siswa-siswa yang terlebih dahulu belajar di sekolah
tersebut menumpahkan rasa kekesalannya kepada adik kelasnya karena
mereka merasa adik kelasnya tidak akan berani melawannya. Melalui
tindakan itulah para senior merasa puas dan rasa kesal yang dipendam
akan tersalurkan. Mereka memulai kekerasan pada adik kelas (junior)
dengan penyebab yang di rasa kurang masuk akal misalnya saja yang
terjadi di SMA Negeri 70 Bulungan Jakarta. Penyebabnya hanya junior yang
tidak memakai kaos dalam pada saat di sekolah. Seharusnya hal ini tidak menjadi masalah yang harus dipermasalahkan sehingga menimbulkan kekerasan diantara mereka. Ini adalah faktor sampingan agar mereka mendapat aktor yang digunakan untuk pelampiasan para senior tersebut.
Lingkungan
sosial yang dapat menyebabkan munculnya kekerasan di sekolah adalah
adanya pengurus, pemimpin dan guru-guru di sekolah yang tidak terlalu
memperhatikan pola pertemanan yang dilakukan oleh siswa-siswanya antar
generasi. Menurut mereka hal seperti ini tidak terlalu penting untuk
diperhatikan karena mulai awal sekolah didirikan sampai saat ini pola
perteman antar siswa seperti itu saja, tidak ada perubahan yang
mencolok, padahal jika di telik lebih dalam lagi ada maslah-masalah yang
tertutup yang hanya diketahui oleh siswa.
Contoh kasus:
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pihak SMU 70, Bulungan, Jakarta Selatan disarankan Penyidik
Polda Metro Jaya untuk merubah sistem pengawasan terhadap peserta didik
agar tidak terulang kembali kasus bulying di sekolah itu. Kepala Unit
Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polda Metro Jaya, Kompol Murnila
mengatakan pihaknya sudah memanggil kepala sekolah SMU 70 agar tidak ada
pemberlakuan senioritas bagi para siswa. Murnila mencontohkan sekolah
harus memberlakukan kantin makan bagi siswan dalam satu tempat "Apa
maksudnya kantin itu dibedakan antara siswa kelas 1, 2 dan 3, sekolah
harus membiarkan siswanya untuk berbaur agar tidak ada perbedaan," kata
Murnila kepada wartawan, Kamis (3/6/2010)
Dalam
kasus tersebut, penyidik juga memanggil sejumlah guru untuk dimintai
keterangan terhadap masalah senioritas yang menimbulkan kekerasan.
Penyidik mendapat keterangan dari salah satu tersangka bahwa tindak
kekerasan di SMU 70, Bulungan, Jakarta Selatan sudah menjadi tradisi.
Murnila menjelaskan tindak kekerasan yang terjadi di SMAN 70 Bulungan
sudah menjadi tradisi berdasarkan keterangan dari salah satu tersangka
kekerasan di sekolah unggulan itu. Murnila mengatakan kepada pihak
sekolah bila tradisi itu tidak dapat dihilangkan maka nama baik sekolah
akan tercemar. Sebelumnya diberitakan, Novia Yuma Santi siswa kelas 1,
SMU 70, Bulungan, Jakarta Selatan mengalami kekerasan oleh kakak
kelasnya karena dirinya tidak memakai kaus dalam ketika sekolah. Novia
mengaku pada saat itu kaus dalamnya sedang dicuci. Novia ditegur oleh
kakak kelasnya Eudhioa Josephin Rumauli. Novia disuruh menunduk lalu
dipukul dan ditendang. Kejadian tersebut dipergoki oleh guru bahasa
Perancis, Irma sekitar pukul 11.45. WIB, Senin (01/04/2010) di ruang
kantin sekolah.
[1] http://www.tribunnews.com/2010/06/03/kepala-ppa-sarankan-smu-70-hapus-tradisi-senioritas, diakses pada tanggal 09 Maret 2011 pukul 06.40.
Solusi Alternatif Untuk Mengatasi Kekerasan Pada Siswa
Misalnya pada sekolah, yaitu: Menerapkan pendidikan tanpa kekerasan di sekolah, mendorong/mengembangkan humaniasi pendidikan, menyatu padukan kesadaran hati dan pikiran, membutuhkan keterlibatan mental dan tindakan sekaligus, suasana belajar yang meriah,gembira dengan memadukan potensi fisik, psikis, menjadi suatu kekuatan yang integral, hukuman yang di berikan berkolerasi dengan tindakan anak, terus
menerus membekali guru untuk menambah wawasan pengetahuan, kesempatan,
pengalaman baru untuk mengembangkan kreativitas mereka, konseling dimana ukan
siswa saja membutuhkan konseling, tapi juga guru. Sebab guru juga
mengalami masa sulit yang membutuhkan dukungan, penguatan, atau
bimbingan untuk menemukan jalan keluar yang terbaik. Kemudian, segera
memberikan pertolongan bagi siapa pun juga yang mengalami tindakan
kekerasan di sekolah,dan menindak lanjuti serta mencari solusi
alternatif yang terbaik.
Dari orang tua: Menjalin komunikasi yang efektif antara guru dan orang tua untuk mementau perkembangan anaknya, orang
tua menerapkan pola asuh yang lebih menekankan pada dukungan daripada
hukuman, agar anak-anaknya bertanggung jawab secara social, hindari tayangan TV yang tidak mendidik,bahkan mengandung unsur kekerasan, perlu hati-hati dan penuh pertimbangan dalam memilih sekolah untuk anak-anaknya agar tidak mengalami kekerasan di sekolah, dan setiap masalah yang ada, sebaiknya di carikan solusi alternatif yang terbaik dan jangan sampai berlarut-larut.
Yang paling penting yaitu Siswa yang mengalami kekerasan
segera konsultasi ke orang tua atau guru yang dapat dapercaya menganai
kekerasan yang dialaminya sehingga siswa tersebut segera mendapat
pertolongan untuk memulihkan kondisi fisik dan psikisnya.